Minggu, 22 April 2018

REALISASI PANCASILA


BAB I
PENDAHULUAN

1.  LATAR BELAKANG
          Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang telah dijelaskan dalam pembukaan UUND 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Sebagai warga negara yang baik, setia kepada nusa dan bangsa, seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara , seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan.
       Pancasila selalu menjadi pegangan bersama bangsa Indonesia, baik ketika negara dalam kondisi yang aman maupun dalam kondisi negara yang terancam. Hal itu terbukti dalam sejarah dimana Pancasila selalu menjadi pegangan ketika terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan cerminan dari karakter bangsa dan negara Indonesia yang beragam.
       Semua itu dapat terlihat dari fungsi dan kedudukan Pancasila, yakni sebagai; jiwa bangsa Indonesia, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sarana tujuan hidup bangsa Indonesia, dan pedoman hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penerapan Pancasila dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting dan mendasar oleh setiap warga negara, dalam segala aspek kenegaraan dan hukum di Indonesia.
Pengamalan Pancasila yang baik akan mempermudah terwujudnya tujuan akan cita-cita bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini.

2.  RUMUSAN MASALAH
1.    Realisasi terhadap Pancasila

3.  TUJUAN PENULIS
1.    Mengetahui Realisasi terhadap Pancasila







BAB II
PEMBAHASAN

REALISASI PANCASILA           
A.    Pengantar
Realisasi secara praktis ini sangat penting karena pancasila sebagai dasar filsafat, pandangan hidup pada haikatnya adalah merupakan suatu sistem nilai, yang ada gilirannya untuk dijabarkan, direalisasikan serta diamalkan dalam kehidupan secara kongkrit didalam konteks bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai nilai pancasila diangkat dari nilai nilai yang ada dalam kehidupan secara nyata bangsa Indonesia ( local wisdom), yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serat nilai agama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sebelum membentuk negara. Nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu, oleh The Founding Father bangsa Indonesia (pendiri bangsa dan negara Indonesia) kemudian dibahas dan dirumuskan dengan melakukan sintesis dengan pandangan besar dunia, lalu disepakati melalui konsensus musyawarah mufakat untuk ditetapkan sebagai dasar filsafat negara republik Indonesia dan sekaligus sebagai ideology dalam berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, berdasarkan pengertian tersebut, maka realisasi serta pengalaman pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara nyata merupakan suatu keharusan baik secara moral maupun secara hukum. Berbagai pandangandan pendapat mengatakan bahwa, nilai-nilai pancasila yang sangat bagus mulia tersebut tidak ada artinya tanpa direalisasikan secara nyata dalam kehidupan kongkrit sehari-hari dalam bermasayarakat,berbangsa, dan bernegara.
Aktulisasi pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi pancasila Subjektif yaitu realisasi pada setiap individu, dan aktualisasi Objektif yaitu realisasi dalam segala aspek penyelenggaraan kenegaraan dan hukum.

B.     Realisasi Pancasila yang Objektif
Realisasi serta pengalaman pancasila yang objektif yaitu realisasi serta implementasi nilai-nilai pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai dalam praksis penyelenggaraan negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam implementasi penjabaran pancasila yang bersifat objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara republik Indonesia, yaitu realisasi kongkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum \(sumber tertib hukum) Indonesia. Oleh karena itu implementasi pancasila yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum dan moral, secara lebih luas dengan norma- norma kenegaraan.
Dalam penjelasan resmi pembukaan UUD 1945, yang termuat dalam Lembaran Negara Berita Republik Indonesia tahun II No.7 dinyatakan bahwa, dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan ‘ negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab’. Hal ini berarti mengandung suatu konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar 1945 harus mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan para penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang luhur memegang teguh cita-cita moral yang luhur.
Hal ini dapat diartikan bahwa pelaksanaan pancasila yang subjektif itu dapat terlaksana dengan baik manakala tercapainya suatu keseimbangan kerokhanian yang mewujudkan suatu bentuk sinergi dalam suatu bentuk kehidupan keharmonisan yang mewujudkan bentuk kehidupan yang memiliki keseimbangan kesadaran wajib hukum dengan kesadaran wajib moral.
Realisasi dan pengalaman pancasila secara objektif berkaitan dengan pemenuhan wajib hukum yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam suatu sistem hukum positif.Hal ini dimaksudkan agar memiliki daya imperative secara yuridis.Walaupun aktualisasi objektif tertuang dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan namun dalam implementasi pelaksanaan pancasila secara optimal justru relisasi subjektif yang memiliki kekuatan daya imperative moral merupakan suatu prasyarat bagi keberhasilan pelaksanaan pancasila secara objekif.Dengan perkataan lain aktualisasi secara objektif itu akan berhasil secara optimal bilamana didukung oleh aktualisasi atau pelaksanaan pancasila secara subjektif.

C.    Penjabaran Pancasila yang Objektif
Pengertian penjabaran pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia, hal itu antara lain sebagai berikut:
a)    Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat negara pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUdD 1945 alenia IV. Hal ini mengandung arti bahwa pancasila sebagai sumber atas, norma dan derivasi segala aspek penyelenggaraan negara. Konsekuensinya dalam penilaian atau pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka pancasila sebagai batu uji dalam menentukan suatu peraturan perundangan itu bermakna, adil atau tidak.
b)   Pelaksanaan Undang -Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar filsafat negara Indonesia.
c)    Tanpa mengurangi sifat-sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat, interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terndung dalam filsafat negara.
d)   Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-undangan dibawah undang-undang dan keputusan-keputusan administrasi dari semua tingkat penguasa negara, mulai dari pemerintah pusat sampai dengan alat-alat perlengkapan negara di daerah, keputusan-keputusan pengadilan serta alat perlengkapannya begitu juga meliputi usaha kenegaraan dan aspek kenegaraan lainnya.
e)    Dengan demikian seluruh hidup kenegaran dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas dan diliputi oleh asas kerohanian pancasila. Hal ini termasuk pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 juga didasarkan atas asas kerohanian pancasila. Bahkan yang terlebih penting lagi adalah dalam realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang kenegaraan antara lain.
1)         Bentuk dan hukum kedaulatan dalam Negara.
2)         Hukum, perundang-undangan dan peradilan.
3)         Sistem Demokrasi.
4)         pemerintahan dari Pusat sampai Daerah.
5)        Politik dalam dan luar negri.
6)         Keselamatan, keamanan dan pertahanan.
7)         Kesejahteraan.
8)         Kebudayaan.
9)         Pendidikan, dan lain sebagainya (Notonagoro, 1971:43,44).
10)     Tujuan negara.
11)     Reformasi dan segala pelaksanaannnya.
12)     Pembangunan Nasional dan lain pelaksanaan kenegaraan.
Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional
                        Negara pada hakikatnya adalah merupakan lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang merupakan suatu organisasi. Tujuan pembangunan nasional adalah agar masyarakat menjadi ‘ masyarakat manusiawi’ yang memungkinkan warganya hidup yang layak sebagai manusia, mengembangkan diri pribadinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir batin secara selengkapnya.
Hakikat serta arah dan tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan pancasila yang bersumber pada hakikat kodrat manusia ‘ monopluralis’yang merupakan esensi dari pancasila. Pembangunan dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai lembaga kemasyarakatan maka negara pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu tujuan, melainkan saran untuk mencapai tujuan dari seluruh warganya(Ernest Barker, 1967:123).
Pancasila berkedudukan sebagai landasan ideal pembangunan nasional Indonesia.Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa subjek pendukung pokok negara sekaligus pendukung sila-sila pancasila pada hakikatnya adalah manusia. Maka manusia adalah merupakan ‘ dasar ontologis’, pembangunan nasional Idonesia. Dengan demikian maka hakikat manusia ’monopluralis’ adalah merupakan dasar pembangunan nasional Indonesia.
Paradigma yang harus diletakkan sebagai basis segala agenda reformasi juga harus mendasarkan pada suatu paradigm yang jelas, dan dalam masalah ini paradigma yang harus diletakkan sebagai basis segala agenda reformasi adalah dasar filsafat negara, yaitu pancasila.
D.    Realisasi Pancasila yang Subjektif
Aktualisasi pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi perseorangan, setiap warganegara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Pancasila yang subjektif ini sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan serta kesiaan individu untuk merelalisasikan pancasila. Pancasila yang subjektif yang mewujudjkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Fenomena kongkrit yang ada pada seseorang yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku seseorang dalam realisasi pancasila secara subjektif disebut moral pancasila. Maka aktualisasi pancasila yang bersifat subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan norma-norma moral.
Nilai- nilai pancasila telah melekat dalam hati sanubari bangsa Indonesia, maka kondisi yang demikian disebut dengan kepribadian pancasila. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas ( yaitu nilai- nilai pancasila, sikap dan karakter) sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
Kesadaran adalah hasil perbuatan akal, yaitu pegalaman tentang keadaan-keadaan yang ada pada diri manusia sendiri.Jadi keadaan-keadan yang ada pada diri manusia sendiri.Aktualisasi serta pengalaman itu bersifat jasaniah maupun rokhaniah, dari kehendak manusia.

E.     Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila
Realisasi nilai nilai pancasila dasar filsafat negara Indonesia, perlu secara berangsur-angsur dengan jalan pendidikan baik disekolah maupun dalam masayarakat dan keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut:
Pengetahuan, yaitu pengetahuan yang benar pancasila, baik aspek nilai, norma maupun aspek praksisnya. Hal ini harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan individu.Bagi kalangan intelektual pengetahuan pengetahuan itu meliputi aktualisasi pengetahuan biasa(sehari-hari), pengetahuan ilmiah, dan pengetahuanfilsafat tentang pancasila.Hal ini sangat penting terutama bagi para calon pemimpin bangsa dan calon ilmuan. Dalam proses transformasi pengetahuan ini diperlakukan waktu yang cukup dan berkeseimbangan, sehingga pengetahuan itu benar-benar dapat tertanam dalam setiap individu. Tanpa pendidikan yang cukup maka dapat dipastikan bahwa pemahaman tentang ideology bangsa dan dasar filsafat negara hanya dalam tingkat-tingakat yang sangat pragmatis, dan hal ini sangat berbahaya terhadap ketahanan ideology generasi penerus bangsa.
Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam dan diri sendiri.
Ketaatan, yaitu selalu  dalam keadaan kesediaan untuk  memenuhi wajib lahir dan batin, lahir berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun wajib batin dari diri sendiri.
Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan, berdasar nilai-nilai pancasila.
Watak dan hati nurani, agar orang selalu mawas diri, yaitu:
a)      Dengan menilai diri sendiri apakah dirinya berbuat baik atau buruk dalam melaksanakan pancasila dan memberi sangsi batin yang berwujud evaluasi kepada diri sendiri, atau sebelum melakukan perbuatan membuat pedoman pancasila berupa perintah, larangan, anjuran, atau membiarkan untuk berbuat/tidak berbuat yang ditaatinya sendiri juga.
b)      Apabila telah melaksanakan maka akan diperoleh suatu kesiapan pribadi untuk mengaktualisasikan pancasila, yang selanjutnya akan merupakan suatu keyakinan tentang kebenaran.
c)      Dengan demikian akan memiliki suatu ketahanan ideologi  yang berdasarkan keyakinan atas kebenaran pancasila, sehingga dirinya akan merupakan sumber kemapuan, untuk memelihara, mengembangkan, mengamalkan, mewariskan, merealisasikan pancasila dalam segala aspek kehidupan.
d)     Jika setiap orang Indonesia telah memiliki kondisi yang demikian keadaannya maka setiap orang Indonesia akan berkeprbadian berwatak dan berhati nurani pancasila sehingga akan terjemala negara dan masyarakat pancasila.

Pada dasarnya ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan bersifat dinamis.Statis dalam pengertian intinya atau esensinya(yaitu nilai- nilai yang bersifat rokhaniah dan universal) sehingga ciri khas, karakter yang bersifat tetap dan tidak berubah. Bersifat dinamis dalam arti bahwa aktualisasinya senantiasa bersifat dinamis inovatif, sesuai dengan dinamika masyarakat,perubahan, serta konteks lingkungannya. Misalnya dalam konteks lingkungan kenegaraan, sosial, politik, hukum kebudayaan,pendidikan, ekonomi, hankam, kehidupan keagamaan, LSM, organisasi masa, seni, bahkan lingkungan dunia IT, internet dan konteks lingkungan masyarakat lainnya.
Strategi dan metode, proses internalisasi harus diikuti dengan strategi serta metode relevan dan memadai. Hal ini berdasarkan realitis objektif, bahwa subjek dan objek internalisasi dan aktualisasi itu adalah manusia dalam  lingkungan masyarakat , bangsa dan negara. Oleh karena itu dalam proses internalisasi dan aktualisasi harus ditetapkan strategi yang relevan serta metode yang efektif.



F.   Proses Pembentukan Kepribadian Pancasila
Pemahaman dan aktualisasi pancasila sampai pada tingkat mentalitas, kepribadian dan ketahanan ideologis adalah sebagai berikut:
1)   Proses penghayatan diawali dengan memiliki tentang pengetahuan
2)    Kemudain ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu selalu terselenggarakannya kesatuan lahir batin, kesatuan akal, rasa, kehendak sikap dan perbuatan mentalitas.
3)    Yang lengkap, dan jelas tentang kebaikan dan kebenaran pancasila. Kemudian diserapkan dan dihayati sehingga menjadi suatu kesadaran yaitu orang selalu dalam keadaan.
4)   Mengetahui keadaan sendiri, memahami, serta memiliki pengetahuan pancasila.
5)   Kemudian ditingkatkan ke dalam hati sanubari sampai adanya suatu ketaatan, yaitu suatu kesediaan yang harus senantiasa ada untuk merealisasikan pancasila.
6)    Kemudian disusul dengan adanya kemampuan dan kebiasaan untuk melakukan perbuatan mengaktualisasikan pancasila dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan.

G.    Sosialisasi dan Pembudayaan Pancasila
METODE
a.    Pembudayaan Pancasila melalui Pendidikan Formal
Pembudayaan Pancasila melalui lembaga pendidikan formal, bagaimanapun juga, sebagai sarana yang paling efektif, karena pendidikanlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku manusia. Dalam penelitian ini juga ditemukan data bahwa Guru di dalam mentransfer pengetahuan kepada anak didiknya, tentunya harus menggunakan media yang bervariatif: pelajaran di kelas, pelajaran di lapangan, memutar film yang kesemuanya untuk mengurangi rasa kejenuhan. Karena dalam kejenuhan orang sulit untuk diajak mengingat, menghafal apalagi untuk berpikir. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan formal lah sebagai sarana, cara, wahana, metode yang paling memungkinkan untuk penanaman nilai-nilai Pancasila.
b.   Pembudayaan Pancasila melalui Media di Luar Pendidikan Formal
Generasi muda sekarang sangat akrab dengan teknologi komunikasi: internet dan hand phone. Banyak sekali keuntungan positif yang diperoleh dengan pemakaian dua alat komunikasi tersebut: informasi dapat diakses dengan mudah kapan saja dan di mana saja. Namun alat tetaplah alat, yang penting adalah “the man behind the gun”, sarana tetaplah sebagai sarana seandainya pun dapat menjadi tujuan hanyalah tujuan antara, bukan tujuan akhir. Internet dan hand phone dengan segala fungsinya, tidak diragukan, dapat digunakan sebagai sarana yang efektif bagi pembudayaan nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda.
MEDIA
Dalam penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan pada pembudayaan Pancasila baik di desa maupun di Kota. Artinya bahwa generasi muda di desa dan kota memiliki kecenderungan, pemahaman, dan akses yang sama “mudah” terhadap teknologi. Dari hasil penelitian diperoleh data pemanfaatan media sebagai berikut:
a.    Media Massa
Sebagian besar data menunjukkan bahwa media pembudayaan Pancasila melalui media elektronik, yang paling diinginkan adalah melalui televis dengan bentuk yang bermacam-macam seperti: Program dengan kemasan serius, santai dan hiburan, advertorial: Iklan yang kreatif, iklan layanan masyarakat yang disesuaikan dengan isyu-isyu kepemudaan. Meski demikian ada pula yang mengusulkan agar pembudayaan pancasila juga melalui media Cetak.
b.    Media Budaya
     Pemanfaatan media budaya juga bisa dijadikan alernatif pembudayaan misalnya dengan menumpang pada budaya-budaya lokal yang sedang dipertunjukkan,kesenian namun semuanya harus dibuat simple dan sesuai dengan minat generasi muda saat ini, melalui lagu semisal Garuda di dadaku.
c.    Media Agama
     Masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religious, untuk itu media/lembaga keagamaan bisa dimaksimalkan. Contohnya adalah kunjungan ke pesantren/greja moderat, Jika di Bali ada Megibung, metirta yadva (sembahyang ditempat suci)
d.   Internet
     Internet merupakan salah satu media pembudayaan yang paling favorit dibandingkan dengan media yang lain. Disamping itu diinternetpun banyak alternative pilihan yang bisa dimanfaatkan, misalnya: (1) Menggunakan social media seperti YM, Facebook, Twitter, blog; (2) Game online seperti “revolution” atau game-game simple seperti yahoo games, google chrome, facebook, dll. Game ini muatannya bisa diganti dengan nilai-nilai Pancasila sehingga tidak membosankan dan mudah dicerna.
e.    Komunitas
     Keberadaan komunitas/kelompok masyarakat juga bisa dijadikan alternatif pembudayaan. Misalnya organisasi pemuda, pramuka , kelompok hobi, semuanya dapat digunakan sebagai sarana penanaman nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Bahkan ada yang mengutarakan perlu diadakan penataran Pncasila pada ormas pemuda yang ada.
f.     Media Lokal
Potensi lokal yang sangat beragam yang dimilikioleh masyarakat Indonesia juga layak menadapatkan perhatian. Ada beberapa jalan yang bisa di tempuh yakni dengan merekonstruksi/menggali cerita rakyat/dongeng/mitos-mitos nusantara, lalu menarik benang merahnya pada nilai-nilai Pancasila, menggunakan bahasa dan nilai-nilai lokal lebih cocok untuk pembudayaan Pancasila, kegiatan bakti sosial.
g.    Selain berbagai media di atas masih ada pula beberapa media yang bias dijadikan sarana yakni melalui spanduk, baliho, maupun banner. Akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah peran dan dukungan pemerintah dalam membudayakan Pancasila.
LINGKUNGAN KOMUNIKASI
Beberapa temuan penting yang menyangkut gambaran lingkungan komunikasi yang dapat mempengaruhi persepsi dan penerimaan generasi muda terhadap Pancasila, sebagai berikut:
1.    Generasi muda memandang bahwa lingkungan komunikasi berperan penting untuk menentukan keberhasilan materi dan metode pembudayaan nilai Pancasila. Pilihan materi dan metode yang digunakan haruslah dikaitkan dengan konteks realitas lingkungan kehidupan dan penghidupan generasi muda.
2.    Generasi muda memiliki persepsi bahwa lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sering menjadi referensi yang efektif bagi mereka untuk mengadopsi nilai-nilai, termasuk kemungkinan nilai Pancasila.
3.    Terlepas dari daerah tempat tinggalnya, generasi muda cenderung menghindari lingkungan yang mengungkung atau mendikte; sebaliknya atmosfir kebebasan untuk memberikan interpretasi atas nilai bersama menjadi tuntutan di dalam proses pembudayaan Pancasila.
4.    Lingkungan yang mampu memproduksi dan mereproduksi keteladanan menjadi harapan sekaligus tuntutan generasi muda untuk menarik minat dan kesetiaan mereka menjalankan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Lingkungan primer (keluarga), sekunder (sekolah) dan tersier (masyarakat) memainkan peran penting di dalam proses pembudayaan Pancasila.
6.    Lingkungan komunikasi yang efektif untuk membudayakan nilai Pancasila harus mampu memadukan fungsi-fungsi pendidikan pada tiga pilar (keluarga-sekolah-masyarakat), yang didukung oleh kebijakan, keteladanan, dan kejujuran.
7.    Lingkungan komunikasi tidak steril dari pengaruh globalisasi dan teknologisasi yang secara dramatis mengubah gaya hidup. Generasi muda berhadapan dengan, namun tidak mampu membendung daya tarik nilai kedua elemen ini, sehingga sulit menginternalisasi nilai Pancasila dalam hidup sehari-hari.












BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.      Realisasi secara praktis ini sangat penting karena pancasila sebagai dasar filsafat, pandangan hidup pada haikatnya adalah merupakan suatu sistem nilai, yang ada gilirannya untuk dijabarkan, direalisasikan serta diamalkan dalam kehidupan secara kongkrit didalam konteks bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
2.      Dalam implementasi penjabaran pancasila yang bersifat objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara republik Indonesia, yaitu realisasi kongkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
3.      Pengertian penjabaran pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia.
4.      Aktualisasi pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi perseorangan, setiap warganegara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
5.      Realisasi nilai nilai pancasila dasar filsafat negara Indonesia, perlu secara berangsur-angsur dengan jalan pendidikan baik disekolah maupun dalam masayarakat dan keluarga.
6.      Pemahaman dan aktualisasi pancasila sampai pada tingkat mentalitas, kepribadian dan ketahanan ideologis.
B. SARAN
          Diharapkan kepada seluruh generasi muda untuk dapat memahami realisasi pancasila. Agar generasi muda dapat menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.




DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila (edisi reformasi). Yogyakarta : Paradigma